Inginnya ….

Saya yakin dan percaya, defaultnya suami yang normal ingin mencukupi kebutuhan yang menjadi tanggungannya. Ayah yang normal defaultnya tentu juga ingin mencukupi kebutuhan yang menjadi tanggungannya. Bahkan tidak hanya cukup, namun lebih dari itu tak hanya sampai sebatas cukup, namun sampai tahap lebih. Tidak hanya primer, namun juga sekunder bahkan tersier.

Hal ini tentu kondisi ideal, kewajiban bagi sang ayah atau suami dan hak bagi istri dan anak anak atau sampai orang tua. Dari sisi suami atau bapak kewajiban harus dikerjakan semaksimal mungkin, semampunya. Tidak jadi ukuran jumlah y ang dihasilkan, namun yang penting adalah sudah ada “kasab” atau usaha maksimal. Perlu diingat bahwa karena ini kewajiban maka harus dikerjakan, dosa jika ditinggalkan.

Lain halnya dari sisi istri, anak atau orang tua. Dari sisi mereka maka ini adalah hak, artinya boleh diambil pun boleh tidak. Diambil boleh di tinggalkanpun tidak mengapa.

Ok, itu pengantarnya, bukan itu inti tulisan ini. Yang ingin saya tuju adalah, ketika ada kondisi yang tidak ideal, misalkan sang suami tidak mampu mencukupi kebutuhan yang menjadi tanggungan nya secara ideal walaupun sudah berusaha secara maksimal, maka kita bisa lihat dari dua sudut pandang hak dan kewajiban tadi. Tentu jika kewajiban sudah dilaksanakan dalam arti sudah ada usaha maksimal namun ternyata takdir berkata lain, yaitu hasil tidak maksimal bahkan tidak cukup, maka otomatis hak sang istri, anak atau orang tua tidak terpenuhi secara maksimal.

Jika mereka menuntut hak mereka (dan ini boleh) maka tentu dalam kondisi ini bisa jadi ada jalan buntu (karena sang suami sudah berusaha maksimal). Jika sudah buntu dan tetap ada tuntutan maka dikhawatirkan akan terjadi persoalan dalam bahtera rumah tangga sang suami. Maka tersisa satu pintu yang masih bisa diketuk, jika pintu kewajiban sudah tertutup rapat (karena kewajiban sudah dilaksaakan) maka masih ada pintu hak yang bisa diketuk. Jika masing-masing menyadari dan sekata tentang tujuan besar sebuah perahu yang bernama pernikahan, maka barangkali kerelaan sang istri, anak atau orang tua untuk tidak menuntut haknya alias tidak terpenuhi haknya secara maksimal, bisa menjadi jalan tengah yang menyelesaikan persolan, menghindarkan bahtera rumah tangga dari badai dan topan, menenangkan suasana dan membuat kehidupan kembali nyaman. Tentu hal ini menuntut komitmen dan rasa tanggung jawab dari semua pihak, yaitu tanggung jawab suami untuk terus berusaha maksimal menutup kekurangan, dan support, kerelaan dan keikhlasan istri, anak dan orang tua membantu suami untuk mewujudkan tepenuhinya hak yang masih kurang. Hal ini  tentu butuh perjuangan dan pengorbanan. Namun percayalah worthed untuk diperjuangkan.

Barangkali memang beda antara situasi dan kondisi satu bahtera dengan bahtera lainnya, namun secara konsep dan pemahaman garis besarnya akan sama. Yang harus diingat adalah adanya tanggungjawab dari masing-masing pihak akan tugas dan fungsinya, akan peran dan tanggungjawabnya yang tidak boleh dilalaikan.

Leave a comment