Sumber Persoalan

Alkisah diceritakan sebuah negeri dengan sebuah sungai nan bersih dan jernih yang mengalir padanya. Sungai itu digunakan sebagai sumber air minum dan irigasi bagi seluruh penduduknya. Airnya sangatlah bersih dan jernih, sehat tanpa polusi dan kotoran apapun, jernih dan menyegarkan. Alhasil penduduknya pun memiliki sumber air bersih untuk dikonsumsi yang sehat. Penduduk negeri itu tentunya menjadi sehat dan kuat, karena sungai yang menjadi sumber air minum mereka adalah sungai yang sehat.

Tubuh yang sehat dan kuat, pikiran yang cerdas tentulah aset yang sangat berharga. Setiap kali musuh datang menyerang, selalu berhasil mereka kalahkan. Setiap kali ancaman datang selalu mereka pukul mundur. Tak pernah sekalipun kekalahan menghampiri mereka. Luar biasa…….

Waktu terus berjalan, datang dan pergi. Tahun, Bulan, Minggu dan hari terus berganti, generasi demi generasi berlalu, hingga pada suatu masa sungai itu menjadi keruh tak jernih lagi. Sampah, polusi dan kotoran ada di mana-mana. Air yang dulunya bersih dan sehat menjadi keruh dan penuh kuman penyakit. Alhasil air yang dikonsumsi adalah air yang tidak sehat. Kuman dan penyakit pun berdatangan menjangkiti. Satu, dua, tiga, dan tak terhitung lagi berapa banyak penduduk negeri itu yang terkena dampaknya.

Pada akhirnya sudah dapat diduga, penduduk negeri itu menjadi sakit-sakitan, banyak diantara mereka terkena penyakit parah, kronis bahkan komplikasi. Dalam kondisi seperti ini musuh masih saja berdatangan, tentu saja dengan tubuh yang sakit-sakitan musuh dengan mudah mengalahkan mereka di rumah mereka sendiri, di negeri mereka sendiri. Kerugian demi kerugian terus bermunculan. Korban jiwa, harta tak lagi dapat ditoleransi.

Menghadapi situasi yang semakin genting, pada akhirnya ada sebagian penduduk yang berupaya mencari solusi dan memecahkan masalah ini. Adalah si Cendekiawan -salah seorang terpandang di negeri itu– mengajukan usulan untuk terus melawan musuh apapun yang terjadi, baik sakit maupun sehat, terus berusaha sampai titik darah penghabisan tanpa kenal menyerah dan istirahat. Setiap kali musuh atau ancaman datang harus dilawan apapun situasi dan kondisi saat itu pada negeri mereka, baik penduduk sakit-sakitan maupun sehat. Si Cendekiawan ini beralasan bahwa mempertahankan negeri sendiri adalah keharusan yang tidak bisa ditawar lagi. Lain halnya dengan rekan si Cendekiawan tadi, adalah si Cerdas, dia adalah salah satu pejabat dan orang yang dihormati di negeri itu, si Cerdas ini mengusulkan untuk mengobati penduduk yang sakit dengan obat-obatan yang ada, yang penting setiap ada yang sakit langsung diobati dan begitu seterusnya. Dua opini dari para pembesar negeri itu ramai diperbincangkan, sebagian menyetujui, sebagian menolak, sebagian ada yang mengikuti namun sebagian yang lain ada yang tidak demikian. Pada suatu hari datang lah si Bijak yang mengusulkan solusi untuk masalah negeri itu. Si Bijak ini adalah orang biasa saja, bukan bangsawan, bukan pejabat bukan pula orang terpandang, dia hanya orang biasa saja sebagaimana warga lain pada umumnya. Usul yang disampaikan nya adalah bahwa yang harus dilakukan adalah menyelesaikan akar persoalan terlebih dahulu. Karena sumber masalah adalah penduduk yang sakit karena meminum air yang kotor, maka air yang sekarang ini kotor harus dibersihkan terlebih dahulu sehingga menjadi sehat dan layak konsumsi. Air yang sekarang ini kotor tidak boleh diminum sampai kembali jernih dan sehat seperti sediakala sebelum tercemar dengan berbagai sampah dan polutan. Kemudian setelah air menjadi sehat dan bersih kembali barulah penduduk minum air tersebut, dengan demikian badan akan menjadi sehat karena air yang dikonsumsi adalah air yang sehat.

Jika sungai tadi bernama Al Islam, dan negeri tadi adalah sebuah negeri muslim, penyakit yang muncul adalah penyakit aqidah, ahlaq dan penyakit-penyakit agama lainnya, maka pendapat siapakah yang akan Anda ikuti dalam masalah ini? Si Cendekiawan, si Cerdas atau si Bijak?

2011 in review

The WordPress.com stats helper monkeys prepared a 2011 annual report for this blog.

Here’s an excerpt:

A San Francisco cable car holds 60 people. This blog was viewed about 2,100 times in 2011. If it were a cable car, it would take about 35 trips to carry that many people.

Click here to see the complete report.